Kamis, Oktober 30, 2008

ASI bisa membuat anak tidak mudah menjadi gemuk

Sebuah studi mengemukakan bahwa anak-anak yang diberi ASI akan lebih sedikit mengalami overweight dibandingkan diberikan susu botol. Kebanyakan manfaat tersebut berhubungan dengan lebih sedikit berat yang didapat saat bayi.

Para peneliti dari Belanda menemukan bahwa diantara lebih dari 2.300 anak-anak yang diamati sejak lahir sampai umur 7 tahun, mereka yang diberi ASI lebih dari 16 minggu, umumnya mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih rendah pada umur 1 tahun. Anak-anak ini mempunyai rata-rata IMT lebih rendah dan memiliki kecenderungan lebih kecil menjadi overweight pada umur 7 tahun dibandingkan anak-anak yang menyusui dari botol. Namun demikian, bila peneliti mempertimbangkan faktor lain seperti IMT pada umur 1 tahun, hubungan antara menyusui ASI dengan masa anak-anak menjadi hilang.

Temuan yang saling bertentangan pada sejumlah studi, untuk menyelidiki apakah menyusui ASI berdampak pada berat masa anak-anak. Laporan terabru menyarankan bahwa menyusui ASI memberikan efek lanjutan pada berat badan anak-anak di tahun pertama kehidupan mereka.

Penulis utama studi Salome Scholtens, dari the National Institute for Public Health and the Enviroment di Bilthoven, menjelaskan, “Kami menunjukkan dalam studi kami bahwa efek perlindungan ASI pada overweight telah dibuktikan sampai umur 1 tahun. Anak-anak yang diberikan ASI memiliki perolehan berat badan lebih rendah pada tahun pertama kehidupan mereka dan karenanya lebih rendah risiko overweight pada umur 7 tahun.”

Efek perolehan berat badan saat balita menempatkan anak-anak pada ‘jalur IMT yang diinginkan’, demikian kesimpulan para peneliti. Laporan ini dipublikasikan pada American Journal of Epidemiology.

Temuan ini berdasarkan data yang diperoleh dari 2.347 anak-anak yang ibunya direkrut selama hamil untuk ikut dalam studi pencegahan alergi. Sebagai bagian dari proyek, ibu-ibu melaporkan praktek memberikan ASI dan IMT anak-anaknya yang diukur secara berkala.

Scholtens menekankan bahwa banyak faktor mempengaruhi berat anak-anak selain memberikan ASI. Faktor-faktor ini, diet dan olahraga yang terutama, menjadi lebih penting saat anak-anak tumbuh lebih besar. Menurut Scholtens, penting buat orang tua, apakah memberikan ASI atau tidak, untuk mengajarkan anak-anak mereka berperilaku makan sehat saat masih kecil. “Orang tua memainkan peran penting pada pola penerimaan makanan dan pengembangan makan sehat anak-anak mereka.”

Merokok saat kehamilan merugikan jantung bayi Anda

Seperti pernah dipaparkan mengenai jangan merokok di sekitar anak Anda, berikut adalah penelitian yang mengungkapkan bahaya merokok pada janin bayi Anda.

Sebuah studi menggunakan tikus di laboratorium menemukan bukti kuat tentang merokok selama kehamilan, secara menetap dapat berefek merugikan jantung. Para ahli dari Pusat Biologi Perinatal, Loma Linda Unversity, California menemukan bahwa tikus-tikus dewasa di laboratorium yang dipaparkan terhadap nikotin saat bayi menunjukkan tanda-tanda kelainan jantung. “Studi kami menunjukkan bahwa nikotin mempunyai dampak bermakna pada fungsi jantung pada tikus-tikus dewasa yang dilahirkan di laboratorium, “ kata Dr. Lubo Zhang. “Penemuan ini menunjang area penelitian yang sangat menarik yang disebut ‘pemrograman penyakit jantung pada janin’. Hal ini tidak hanya terjadi pada nikotin, namun banyak hal lain yang terjadi selama perkembangan janin,” kata Zhang. Dr. Zhang mempresentasikan penelitiannya pada pertemuan tahunan ke-120 the American Physiological Society, bagian dari kegiatan Experimental Biology 2007 di Washinton DC, 28 April – 2 Mei 2007.

Di dalam studinya, team Loma Linda memberikan nikotin pada tikus-tikus ketika mereka bunting, sampai 10 hari setelah melahirkan. Selanjutnya, para peneliti menguji fungsi jantung keturunan tikus jantan dan betina berumur 3 bulan. Kelompok Zhang mengamati perlakuan nikotin pada janin secara bermakna menurunkan aliran darah koroner pada tikus betina dewasa.

Pada kedua keturunan jantan dan betina, paparan nikotin sebelum lahir secara bermakna meningkatkan kerentanan jantung terhadap luka. Efek nikotin ini lebih terlihat pada betina dibandingkan tikus jantan. “Pada saat ini, kami tidak tahu mengapa ada perbedaan dikotomi jender pada betina lebih rentan dibandingkan jantan,” kata Zhang.

Diperkirakan 11 % wanita Amerika merokok selama hamil. Efek merugikan paparan nikotin pada janin dan bayi baru lahir sangat bermakna. Contohnya, laporan tahun 2004 menemukan bahwa wanita yang merokok selama hamil mempunyai anak-anak yang risikonya lebih tinggi terserang sindroma kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome). Studi baru menunjukkan bahwa merokok selama kehamilan mengarah pada disfungsi vaskular dan jantung saat besar dan dewasa nantinya.

Jumat, Oktober 24, 2008

Anak-anak autis kesulitan mengenali kata-kata biasa

Penelitian terbaru mengindikasikan bahwa anak-anak autis memiliki waktu yang sulit mengenali kata-kata biasa dan lebih banyak otak mereka digunakan untuk tugas semacam ini dibandingkan anak-anak biasa yang sedang berkembang.

Patricia Kuhl, Wakil Direktur University of Washinton’s Institute for Learning and Brain Sciences dan seorang ahli dalam bagaimana bayi berbahasa mengatakan, “Otak mereka melambat, bukannya menjadi lebih ahli dalam mengenali kata-kata. Karena anak-anak ini tidak dapat membedakan apa yang seharusnya adalah kata-kata biasa, otak mereka bekerja terlalu keras dan mereka tidak dapat fokus pada kata-kata baru. Ketika mereka tidak dapat mengerti, sebuah kata, mereka tidak tahu segala sesuatu yang mengikuti berikutnya dalam kalimat.”

Penelitian ini merupakan bagian sebuah usaha memahami bagaimana gangguan bahasa adalah karakteristik anak-anak autis sehingga para ahli mulai mendalami dalam otak beberapa anak-anak ini untuk memahami apa dibalik kekurangan bahasa mereka. Kuhl mempresentasikan temuan yang membandingkan 19 sampai 30 bulan anak-anak yang berkembang biasa dan autis pada kegiatan the Sixth International Meeting for Autism Research, 3-5 Mei 2007 di Seattle.

Dia dan koleganya menempatkan alat dengan 20 sensor pada kepala anak-anak dan merekam gelombang otak saat mereka mendengarkan kata-kata familiar (seperti bola, buku, anjung, kucing) dan kata-kata yang tidak familiar (seperti kata kerja, kerdil, menunggu, laju). Anak-anak juga dipaparkan pada kata-kata yang direkam dan diputar secara terbalik. Kata-kata terbalik menghasilkan pola bunyi yang tidak ciri khas bahasa manapun.

Otak bayi dalam perkembangan biasa merespon dengan pola unik aktivasi setiap jenis kata-kata. Respon kata-kata yang dikenal dan tidak dikenal ditandai berbeda. Pada kata-kata yang dibalik, otak anak-anak bereaksi hanya jika mereka mendengar sesuatu yang sangat berbeda dari pengetahuan yang didengarnya. Aktivitas otak difokuskan dalam lobus temporal kedua hemisfer otak untuk setiap jenis kata.

Namun demikian, anak-anak autis menunjukkan tidak ada perbedaan respon antara kata-kata yang dikenal dan tidak dikenalnya, yang berarti mereka tidak dapat membedakan diantara kata-kata tersebut. Namun demikian, otak mereka tidak bereaksi pada kata-kata terbalik dan pola aktivitas hampir sama dengan anak-anak biasa. Aktivitas otak keseluruhan pada anak-anak autis lebih menyebar dan tidak fokus pada lobus termporal, menunjukkan lebih banyak otak mereka mencoba memahami kata-kata tersebut.

Kerja sebelumnya oleh Kuhl menunjukkan perbedaan dramatis tentang bagaimana anak-anak umur 32 sampai 52 bulan merespon terhadap suara mirip ibu, percakapan bayi, kata-kata yang banyak fonem yang dihasilkan komputer. Ketika diberikan pilihan dengan membiarkan mereka mengubah arah kepala mereka secara berlawanan, anak-anak normal lebih menyukai secara konsisten mendengarkan bunyi mirip ibu, suatu bentuk hampir universal percakapan bayi yang ditujukan pada bayi dan anak kecil. Anak-anak autis lebih menyukai bunyi kicauan dan memilih secara konsisten.

Kuhl percaya bahwa ada kabar baik buat orangtua dalam studi ini karena ada indikasi anak-anak autis menerima beberapa pembelajaran. Kuhl mengatakan, para peneliti perlu lebih banyak ukuran dan alat seperti magnetoensefalografi yang merupakan teknologi non-invasif untuk menguji dan melihat otak anak-anak autis. ”Kita ingin tahu pengetahuan jenis apa yang membuat anak-anak autis ini mengunci otak mereka. Anak-anak dengan fungsi luhurnya berakhir pada spektrum autis masih punya sedikit kesempatan. Penggunaan yang mungkin pertama kali penelitian ini sebagai prediktor anak-anak autis yang merespon terhadap penanganan. Dengan alat ini kita dapat mengidentifikasi sebagian otak yang tidak merespon dan dapat menyarankan penanganan dengan mengembangkan tindakan yang lebih terarah. (nofa)

Panjang jari membantu memprediksi potensi akademik

Semoga informasi di bawah bisa berguna buat Ayah/Bunda yang masih punya balita.

Panjang jari anak-anak dapat menunjukkan kemampuan alami dalam matematika dan bahasa. Penelitian terbaru menyebutkan, seorang anak yang memiliki jari manis lebih panjang daripada jari telunjuk cenderung memiliki kemapuan matematika yang lebih tinggi daripada kemapuan verbal dan bahasa. Jika perbandingan sebaliknya, anak umumnya memiliki kemampuan verbal seperti menulis dan membaca yang lebih baik dibandingkan matematika.

Studi yang dipublikasi dalam British Journal of Psychology edisi mei 2007, para ahli membandingkan panjang jari 75 anak-anak dengan skor SAT (Standarised Assestment Test) mereka. Mereka menemukan hubungan yang jelas antara kemampuan dalam angka dan bahasa panjang relatif jari telunjuk dan jari manis.

Para ahli percaya bahwa hubungan ini disebabkan oleh perbedaan kadar hormon testosteron dan estrogen saat dalam kandungan dan berdampak pada perkembangan otak dan panjang jari mereka. Menurut Dr. Mark Brosnan, Kepala Departemen Psikologi di Universitas Bath yang memimpin studi ini, testosteron diyakini mendukung perkembangan bagian otak yang berhubungan dengan kemampuan matematika dan pandang ruang. Estrogen diperkirakan melakukan hal yang sama pada bagian otak yang berhubungan dengan kemampuan verbal. Kita dapat menggunakan pengukuran jari-jari ini sebagai alat ukur paparan relatif kedua hormon ini pada saat dalam kandungan dan kita dapat menggunakannya untuk memprediksi kemampuan dalam bidang angka dan bahasa.

Para peneliti membuat fotokopi telapak tangan anak-anak dan mengukur panjang jari telunjuk dan jari manis pada kedua tangan menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 0,01 mm. Mereka kemudian membagi panjang jari telunjuk dengan jari manis untuk menghitung rasionya. Ketika mereka membandingkan rasio ini dengan skor SAT anak-anak, peneliti menemukan hubungan rasio lebih rendah (jari manis lebih panjang yang menunjukkan tingginya paparan testosteron sebelum lahir) dengan nilai ujian matematika yang lebih tinggi. Juga tingginya paparan estrogen dengan kemampuan bahasa dan verbal pada sebagaian besar anak perempuan.

Para ahli mengemukakan bahwa pengukuran panjang jari dapat membantu memprediksi seberapa baik anak-anak dalam kemampuan matematika dan bahasanya. Dr. brosnan mengatakan, “Kami tidak menyarankan pengukuran panjang dapat menggantikan tes SAT. Rasio panjang jari memberitahu kita gambaran mengenai kemapuan pribadi yang berhubungan dengan daya pikir (kognitif)”, ujar Brosnan. Mereka akan mencari tahu bagaimana rasio panjang jari ini berkaitan dengan isu tingkah laku seperti teknofobia, karir dan dileksia. (Nofa)

Silahkan pilih